Reni Sriwahyuni

Reni Sriwahyuni
Panggil Aku Reni

Selasa, 06 November 2012

PROBING DAN PROMPTING



PROBING DAN PROMPTING
      PROBING
Probing (Question) secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.
      PROMPTING
Prompting (Question) secara bahasa “prompting” berarti “mengarahkan, menuntut”, sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya. Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3:
1) Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.
2) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan murid-muridnya saja.
3) Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya (E.C.Wrag dan George Brown, 1997: 43).
Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon (menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan, atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat (Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18). Jadi dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya teknik Probing Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan sendiri konsep menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Dengan model pembelajaran seperti ini proses tanya jawab dilakukan secara acak. Sehingga mau tidak mau setiap siswa harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat mereka akan dilibatkan dalam proses tanya jawab.



Jumat, 01 Juli 2011

DELETE AUTORUN

Cara nya yaitu:

  • klik start
  • klik run
  • ketikan cmd
  • muncul kotak, lalu ketik disk dimana yang akan dimatikan autorunnya. contoh: disk G kita ketik G:
  • kemudian ketik attrib /s /d -r -a -s -h *.* enter
  • lalu ketik dir enter
  • kemudian keluar data-datanya
  • untuk men-delete autorun kita ketik del(spasi)autorun enter
  • lalu keluar pilihan Y/N lalu pilih Y
  • kemudian tutup kotak tersebut
  • silahkan dibuka disk nya setelah itu

Selasa, 28 Juni 2011

MY BEST FRIEND IN CAMPUS




Contoh Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang memberikan kesempatan dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kebudayaan”.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Penulis menyadari sepenuhnya, di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga segala bantuan, dorongan, pemikiran, nasehat, dan ilmu yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Serta hendaknya membawa berkat dan manfaat bagi penulis. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.




Padang, 8 Juni 2011

                                                                                                                       Penulis





MAKALAH PPD

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat Minang saat ini adalah kebiasaan yang telah keluar dari budaya Minang itu sendiri. Banyak hal negative yang terjadi pada kehidupan masyarakat Minang sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti halnya, dapat kita lihat dari segi pakaian anak muda di Minang. Dimana mereka meniru kebudayaan barat dan meninggalkan kebudayaan Minang itu sendiri. Memakai pakaian yang mengundang seseorang berbuat maksiat. Selain itu dari segi tata karma, kebudayaan antara mamak dengan kemenakan itu sudah jarang kita jumpai karena saat ini mamak dan kemenakan tidak punya batas aturan seperti orang-orang Minang terdahulu.


B.     TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akhir pembelajaran Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Untuk itu setelah makalah ini dibuat dengan tujuan, yaitu:
Ø  Memahami pengertian kebudayaan
Ø  Menumbuhkan rasa kebudayaan yang hangat di negri ini

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Intelegensi
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaituinteligensia”. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Beberapa Pengertian Inteligensi menurut Para Ahli, yaitu:
a.       Super dan Cites mengemukakan”Intelegence has frequently been difined as the ability to adjust to the environment or to learning from experience” (Super & Cites, 1962: 83). Inteligensi sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dati pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi di dalam lingkungannya yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b.      Garrett (1946: 372) mengemukakan “ Intelegence includes at least the abilities demanded in the solution of problems which requer the comprehension and use of symbols” (intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta mengunakan simbol-simbol. Karena manusia hidup senantiasa menghadapi permasalahan, setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia manusia memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup.
c.       Bischor (1954) mengemukakan “Intelegence is the ability to solve problems of all kinds” Intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Defenisi intelegensi yang dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi menurut gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara bischor dalam artian yang lebih luwes namun bersifat operasional dan fungsional bagi kehidupan manusia.
d.      Haidentich (1970) mengemukakan”intelegence refers to ability to learn and to utilize what has been learned in adjusting to unfamiliar situation, or in the solving of problems” . Intelegensi menyangkut  kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan  masalah-masalah. Dimana manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan hal ini memerlukan kemampuan individu untuk belajar menyesuaikan diri serta memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
e.       Williem Sterm mengemukakan inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan” Berdasar pendapat tersebut pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain ialah:
a)      Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri yang dibawah sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun menerima latihan dan pelajaran yang  sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
b)      Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.
c)      Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
d)     Minat dan pembawaan yang khas. Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
e)      Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa  minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam pembentukan intelegensi.

3.      Usaha-usaha Orang Tua dan Guru untuk Membantu Mengembangkan Inteligensi Peserta Didik
Ada 7 jenis kecerdasan yang bisa dikembangkan yaitu kecerdasan musik, gerak badan, logika matematika, linguistic, ruang, interpersonal atau hubungan antar pribadi dan intra personal atau pengelolaan dalam diri pribadi. Pendidikan yang baik haruslah mengembangkan aspek ini melelui pembelajarannya. Juga tentunya harus disesuaikan dengan tahap perkembangan individu atau anak. Tentu saja orang tua juga harus mempertimbangkan perbedaan kebutuhan anak didiknya. 
Pada anak usia SD awal (kelas 1-3) pembelajaran juga harus diselingi dengan bermain, karena anak masih sangat suka bermain di usia ini. Memberikan anak kesempatan untuk bergerak aktif dan juga menstimulasi anak untuk mengembangkan motorik halus. Hal ini bisa dilakukan dengan pelajaran seperti mewarnai gambar, berbagai keterampilan seperti memasukan manik-manik, mencocok juga menata biji-bijian. Pada anak yang sudah lebih besar bisa diajarkan menjahit, menyulam bahkan membuat mainan sendiri dari berbagai benda di sekitarnya. 
Menstimulasi EQ pada anak juga penting dilakukan, disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua bisa memberikan pelajaran pada anak agar memahami dan mengelola emosi dengan baik. Mendorong anak untuk memiliki motivasi, mengembangkan empati dan dapat bekerja sama. Sehingga kemampuan sosialisasi anak di lingkungan sekitar juga bagus. 
Mengajari anak untuk tidak mudah putus asa dan mengajari mereka memiliki aturan baik dalam hal sosial maupun agama secara positif juga wajib dilakukan oleh orang tua. Anak ibarat biji, ia akan tumbuh dan berkembang di tempat yang subur. Untuk itulah orang tua diharapkan menjadi ‘tempat yang subur’ agar anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi penerus yang bisa diandalkan.
a)      Cinta Kasih
Apa yang paling dibutuhkan janin atau anak pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama dalam kehidupannya? Ia terutama membutuhkan cinta kasih. Seorang ibu hendaknya telah mengungkapkan cinta kasihnya kepada anaknya sejak dini yaitu ketika anaknya masih dalam kandungan bahkan sejak bulan-bulan pertama kehamilan, yaitu dengan melakukan komunikasi dengan si janin, misalnya: kok tidur melulu, bangun dong, atau `jangan keras-keras tendangannya ya’. Dengan cara ini, sang ibu secara aktif membangun komunikasi de-ngan si janin. Komunikasi itu juga dapat diba-ngun melalui sentuhan dengan cara menge- lus-elus perutnya seolah-olah mengelus si janin.
Beberapa hari setelah lahir, bayi melakukan reaksi emosional akibat kontak pertama-nya dengan dunia luar. Jantungnya berdetak lebih cepat apabila ia mendengar suara ibu-nya. Kedekatan dan keterikatan dengan sang ibu memberi banyak pengalaman sehingga nantinya terbentuklah rasa percaya diri pada seorang anak. Komunikasi dan sentuhan yang dilandasi cinta kasih hendaknya dapat dipertahankan terutama pada masa tahun-tahun pertama dalam kehidupan seseorang. Faktor cinta kasih ini menjadi sangat penting karena saat mencintai berarti kita menerima sese- orang apa adanya. Kondisi ini menimbulkan rasa aman sehingga membuat konsentrasi anak terfokus pada potensinya, bukan pada cap atau kekurangannya.
b)      Lingkungan yang kondusif
Anggapan bahwa kecerdasan anak dapat `direkayasa’ dalam arti anak diberi kesempat-an mencapai potensi kecerdasannya yang optimal tampaknya sudah dapat diterima oleh banyak kalangan. Dari dua faktor yang paling menentukan tumbuh kembangnya anak yakni: faktor keturunan (herediter) dan faktor ling-kungan, maka `rekayasa’ dengan mengen- dalikan faktor lingkunganlah yang paling aman dan dapat diterima baik ditinjau dari segi etika, moral maupun agama.
c)      Gizi dan Nutrisi
Penelitian telah membuktikan adanya korelasi positif antara kandungan kalori/ protein yang dikonsumsi ibu hamil dengan perkem-bangan motorik maupun mental anak yang dilahirkannya. Kalaupun demikian, bayi yang mendapat konsumsi kalori protein serta zat gizi lainnya yang cukup akan memiliki perkem-bangan motorik maupun mental yang lebih baik dibandingkan bayi yang kurang menda-patkannya. Tentunya untuk mendapat hasil yang optimal, orang tuanya sebaiknya menambah wawasan dengan membaca buku-buku yang membahasnya secara terperinci atau menanyakan langsung kepada ahlinya, dokter anak atau ahli gizi.
d)     Stimulasi /Rangsangan
Otak manusia perlu dirangsang sebanyak mungkin dan dimulai sejak dini, yaitu sejak dalam kandungan. Kalau tidak ada rangsang-an, jaringan organ otak menjadi mengecil aki-bat menurunnya jaringan fungsi otak. Rangsangan dapat berupa tindakan mengajaknya berbicara, mendongeng atau memperdengarkan musik. Komunikasi hendak-nya mengalir dengan bahasa yang sederhana, sehari-hari, dimengerti dan `dimiliki’ anak. Dengan demikian diharapkan bayi atau anak mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan dunia luar, khususnya dalam hal berbahasa. Selanjutnya, bayi atau anak diharapkan dapat mengungkapkan berbagai macam pengalaman emosional yang diterimanya, misalnya ketika anak minum ASI, dicium dan disayang. Ia juga belajar cinta kasih yang ada kaitannya dengan kakaguman, kebanggaan, pemberian maaf dan persahabat-an. Rangsangan-rangsangan yang tepat diharapkan dapat `memunculkan’ potensi/bakat kemampuan anak, seperti antara lain: musik, matematika, melukis, menari dan lain sebagainya.
e)      Sikap dan Pola Asuh Orang Tua
Kadang-kadang orang tua tidak sabar de-ngan sikap dan pola asuh yang diterapkan kepada anaknya. Dengan bertambahnya usia dan dengan semakin luasnya lingkungan sosial anak maka rasa ingin tahu anak diharapkan semakin tumbuh. Bukannya mendorong rasa ingin tahu alami anak serta mengembangkan keinginan belajarnya, orang tua malah melakukan kebalikannya. Rasa ingin tahu seorang anak akan sesuatu hal akan pupus apabila ia berkali-kali datang dan bertanya kepada orang tuanya serta mendapati bahwa orang tuanya tidak berminat untuk menjawabnya bahkan memperlihatkan kehadiran anak de-ngan pertanyaannya telah mengganggu `ke-asyikan’ sang ayah atau ibu, misalnya: ayah yang sedang membaca koran atau ibu sedang menonton televisi.
Selain sikap orang tua yang ambisius atau pola asuh yang otoriter dapat membuat anak frustasi dan ketakutan, contohnya: orang tua menunjukkan sikap tidak suka apabila anak-nya menunjukkan kemampuan bernyanyi di depan umum karena ayah berpendirian bahwa anaknya tidak boleh menjadi seorang pe-nyanyi atau artis apabila ia sudah menjadi dewasa kelak. Adalah sangat bijaksana apabila orang tua memperhatikan dan memberikan respon positif terhadap `bakat-bakat ` yang telah diperlihatkan anak. Dengan demikian orang tua bertindak sebagai fasilitator dan mengembangkan `bakat’ anak yang terlihat.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 Inteligensi mempunyai arti yaitu:
  • ·         Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif
  • ·         Kemampuan menggunakan konsep abstrak
  • ·         Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali

Faktor yang mempengaruhi inteligensi yaitu:
  • ·         Faktor bawaan (genetic)
  • ·         Faktor gizi
  • ·         Faktor kematangan
  • ·         Minat dan pembawaan yang khas
  • ·         Kebebasan

Upaya-upaya membantu perkembangan inteligensi yaitu:
  • ·         Guru dan orang tua lebih mengutamakan proses dari pada hasil dalam belajar
  • ·         Guru menggunakan metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir\
  • ·         Guru membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak
  • ·         Menyediakan fasilitas yang memadai baik sarana maupun prasarana


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara
Mudjiran, dkk. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.
Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud
Tim Pembina Mata Kuliah PPD. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Dikti bekerjasama dengan HEDS-JICA.