Reni Sriwahyuni

Reni Sriwahyuni
Panggil Aku Reni

Selasa, 28 Juni 2011

MY BEST FRIEND IN CAMPUS




Contoh Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang memberikan kesempatan dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kebudayaan”.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Penulis menyadari sepenuhnya, di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga segala bantuan, dorongan, pemikiran, nasehat, dan ilmu yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Serta hendaknya membawa berkat dan manfaat bagi penulis. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.




Padang, 8 Juni 2011

                                                                                                                       Penulis





MAKALAH PPD

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat Minang saat ini adalah kebiasaan yang telah keluar dari budaya Minang itu sendiri. Banyak hal negative yang terjadi pada kehidupan masyarakat Minang sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti halnya, dapat kita lihat dari segi pakaian anak muda di Minang. Dimana mereka meniru kebudayaan barat dan meninggalkan kebudayaan Minang itu sendiri. Memakai pakaian yang mengundang seseorang berbuat maksiat. Selain itu dari segi tata karma, kebudayaan antara mamak dengan kemenakan itu sudah jarang kita jumpai karena saat ini mamak dan kemenakan tidak punya batas aturan seperti orang-orang Minang terdahulu.


B.     TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akhir pembelajaran Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Untuk itu setelah makalah ini dibuat dengan tujuan, yaitu:
Ø  Memahami pengertian kebudayaan
Ø  Menumbuhkan rasa kebudayaan yang hangat di negri ini

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Intelegensi
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaituinteligensia”. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Beberapa Pengertian Inteligensi menurut Para Ahli, yaitu:
a.       Super dan Cites mengemukakan”Intelegence has frequently been difined as the ability to adjust to the environment or to learning from experience” (Super & Cites, 1962: 83). Inteligensi sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dati pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi di dalam lingkungannya yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b.      Garrett (1946: 372) mengemukakan “ Intelegence includes at least the abilities demanded in the solution of problems which requer the comprehension and use of symbols” (intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta mengunakan simbol-simbol. Karena manusia hidup senantiasa menghadapi permasalahan, setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia manusia memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup.
c.       Bischor (1954) mengemukakan “Intelegence is the ability to solve problems of all kinds” Intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Defenisi intelegensi yang dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi menurut gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara bischor dalam artian yang lebih luwes namun bersifat operasional dan fungsional bagi kehidupan manusia.
d.      Haidentich (1970) mengemukakan”intelegence refers to ability to learn and to utilize what has been learned in adjusting to unfamiliar situation, or in the solving of problems” . Intelegensi menyangkut  kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan  masalah-masalah. Dimana manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan hal ini memerlukan kemampuan individu untuk belajar menyesuaikan diri serta memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
e.       Williem Sterm mengemukakan inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan” Berdasar pendapat tersebut pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain ialah:
a)      Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri yang dibawah sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun menerima latihan dan pelajaran yang  sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
b)      Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.
c)      Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
d)     Minat dan pembawaan yang khas. Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
e)      Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa  minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam pembentukan intelegensi.

3.      Usaha-usaha Orang Tua dan Guru untuk Membantu Mengembangkan Inteligensi Peserta Didik
Ada 7 jenis kecerdasan yang bisa dikembangkan yaitu kecerdasan musik, gerak badan, logika matematika, linguistic, ruang, interpersonal atau hubungan antar pribadi dan intra personal atau pengelolaan dalam diri pribadi. Pendidikan yang baik haruslah mengembangkan aspek ini melelui pembelajarannya. Juga tentunya harus disesuaikan dengan tahap perkembangan individu atau anak. Tentu saja orang tua juga harus mempertimbangkan perbedaan kebutuhan anak didiknya. 
Pada anak usia SD awal (kelas 1-3) pembelajaran juga harus diselingi dengan bermain, karena anak masih sangat suka bermain di usia ini. Memberikan anak kesempatan untuk bergerak aktif dan juga menstimulasi anak untuk mengembangkan motorik halus. Hal ini bisa dilakukan dengan pelajaran seperti mewarnai gambar, berbagai keterampilan seperti memasukan manik-manik, mencocok juga menata biji-bijian. Pada anak yang sudah lebih besar bisa diajarkan menjahit, menyulam bahkan membuat mainan sendiri dari berbagai benda di sekitarnya. 
Menstimulasi EQ pada anak juga penting dilakukan, disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua bisa memberikan pelajaran pada anak agar memahami dan mengelola emosi dengan baik. Mendorong anak untuk memiliki motivasi, mengembangkan empati dan dapat bekerja sama. Sehingga kemampuan sosialisasi anak di lingkungan sekitar juga bagus. 
Mengajari anak untuk tidak mudah putus asa dan mengajari mereka memiliki aturan baik dalam hal sosial maupun agama secara positif juga wajib dilakukan oleh orang tua. Anak ibarat biji, ia akan tumbuh dan berkembang di tempat yang subur. Untuk itulah orang tua diharapkan menjadi ‘tempat yang subur’ agar anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi penerus yang bisa diandalkan.
a)      Cinta Kasih
Apa yang paling dibutuhkan janin atau anak pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama dalam kehidupannya? Ia terutama membutuhkan cinta kasih. Seorang ibu hendaknya telah mengungkapkan cinta kasihnya kepada anaknya sejak dini yaitu ketika anaknya masih dalam kandungan bahkan sejak bulan-bulan pertama kehamilan, yaitu dengan melakukan komunikasi dengan si janin, misalnya: kok tidur melulu, bangun dong, atau `jangan keras-keras tendangannya ya’. Dengan cara ini, sang ibu secara aktif membangun komunikasi de-ngan si janin. Komunikasi itu juga dapat diba-ngun melalui sentuhan dengan cara menge- lus-elus perutnya seolah-olah mengelus si janin.
Beberapa hari setelah lahir, bayi melakukan reaksi emosional akibat kontak pertama-nya dengan dunia luar. Jantungnya berdetak lebih cepat apabila ia mendengar suara ibu-nya. Kedekatan dan keterikatan dengan sang ibu memberi banyak pengalaman sehingga nantinya terbentuklah rasa percaya diri pada seorang anak. Komunikasi dan sentuhan yang dilandasi cinta kasih hendaknya dapat dipertahankan terutama pada masa tahun-tahun pertama dalam kehidupan seseorang. Faktor cinta kasih ini menjadi sangat penting karena saat mencintai berarti kita menerima sese- orang apa adanya. Kondisi ini menimbulkan rasa aman sehingga membuat konsentrasi anak terfokus pada potensinya, bukan pada cap atau kekurangannya.
b)      Lingkungan yang kondusif
Anggapan bahwa kecerdasan anak dapat `direkayasa’ dalam arti anak diberi kesempat-an mencapai potensi kecerdasannya yang optimal tampaknya sudah dapat diterima oleh banyak kalangan. Dari dua faktor yang paling menentukan tumbuh kembangnya anak yakni: faktor keturunan (herediter) dan faktor ling-kungan, maka `rekayasa’ dengan mengen- dalikan faktor lingkunganlah yang paling aman dan dapat diterima baik ditinjau dari segi etika, moral maupun agama.
c)      Gizi dan Nutrisi
Penelitian telah membuktikan adanya korelasi positif antara kandungan kalori/ protein yang dikonsumsi ibu hamil dengan perkem-bangan motorik maupun mental anak yang dilahirkannya. Kalaupun demikian, bayi yang mendapat konsumsi kalori protein serta zat gizi lainnya yang cukup akan memiliki perkem-bangan motorik maupun mental yang lebih baik dibandingkan bayi yang kurang menda-patkannya. Tentunya untuk mendapat hasil yang optimal, orang tuanya sebaiknya menambah wawasan dengan membaca buku-buku yang membahasnya secara terperinci atau menanyakan langsung kepada ahlinya, dokter anak atau ahli gizi.
d)     Stimulasi /Rangsangan
Otak manusia perlu dirangsang sebanyak mungkin dan dimulai sejak dini, yaitu sejak dalam kandungan. Kalau tidak ada rangsang-an, jaringan organ otak menjadi mengecil aki-bat menurunnya jaringan fungsi otak. Rangsangan dapat berupa tindakan mengajaknya berbicara, mendongeng atau memperdengarkan musik. Komunikasi hendak-nya mengalir dengan bahasa yang sederhana, sehari-hari, dimengerti dan `dimiliki’ anak. Dengan demikian diharapkan bayi atau anak mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan dunia luar, khususnya dalam hal berbahasa. Selanjutnya, bayi atau anak diharapkan dapat mengungkapkan berbagai macam pengalaman emosional yang diterimanya, misalnya ketika anak minum ASI, dicium dan disayang. Ia juga belajar cinta kasih yang ada kaitannya dengan kakaguman, kebanggaan, pemberian maaf dan persahabat-an. Rangsangan-rangsangan yang tepat diharapkan dapat `memunculkan’ potensi/bakat kemampuan anak, seperti antara lain: musik, matematika, melukis, menari dan lain sebagainya.
e)      Sikap dan Pola Asuh Orang Tua
Kadang-kadang orang tua tidak sabar de-ngan sikap dan pola asuh yang diterapkan kepada anaknya. Dengan bertambahnya usia dan dengan semakin luasnya lingkungan sosial anak maka rasa ingin tahu anak diharapkan semakin tumbuh. Bukannya mendorong rasa ingin tahu alami anak serta mengembangkan keinginan belajarnya, orang tua malah melakukan kebalikannya. Rasa ingin tahu seorang anak akan sesuatu hal akan pupus apabila ia berkali-kali datang dan bertanya kepada orang tuanya serta mendapati bahwa orang tuanya tidak berminat untuk menjawabnya bahkan memperlihatkan kehadiran anak de-ngan pertanyaannya telah mengganggu `ke-asyikan’ sang ayah atau ibu, misalnya: ayah yang sedang membaca koran atau ibu sedang menonton televisi.
Selain sikap orang tua yang ambisius atau pola asuh yang otoriter dapat membuat anak frustasi dan ketakutan, contohnya: orang tua menunjukkan sikap tidak suka apabila anak-nya menunjukkan kemampuan bernyanyi di depan umum karena ayah berpendirian bahwa anaknya tidak boleh menjadi seorang pe-nyanyi atau artis apabila ia sudah menjadi dewasa kelak. Adalah sangat bijaksana apabila orang tua memperhatikan dan memberikan respon positif terhadap `bakat-bakat ` yang telah diperlihatkan anak. Dengan demikian orang tua bertindak sebagai fasilitator dan mengembangkan `bakat’ anak yang terlihat.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 Inteligensi mempunyai arti yaitu:
  • ·         Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif
  • ·         Kemampuan menggunakan konsep abstrak
  • ·         Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali

Faktor yang mempengaruhi inteligensi yaitu:
  • ·         Faktor bawaan (genetic)
  • ·         Faktor gizi
  • ·         Faktor kematangan
  • ·         Minat dan pembawaan yang khas
  • ·         Kebebasan

Upaya-upaya membantu perkembangan inteligensi yaitu:
  • ·         Guru dan orang tua lebih mengutamakan proses dari pada hasil dalam belajar
  • ·         Guru menggunakan metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir\
  • ·         Guru membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak
  • ·         Menyediakan fasilitas yang memadai baik sarana maupun prasarana


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara
Mudjiran, dkk. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.
Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud
Tim Pembina Mata Kuliah PPD. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Dikti bekerjasama dengan HEDS-JICA.




MAKALAH ISBD

NAMA:  RENI SRIWAHYUNI
NIM/TM : 54962 / 2010
JURUSAN : KIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat Minang saat ini adalah kebiasaan yang telah keluar dari budaya Minang itu sendiri. Banyak hal negative yang terjadi pada kehidupan masyarakat Minang sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti halnya, dapat kita lihat dari segi pakaian anak muda di Minang. Dimana mereka meniru kebudayaan barat dan meninggalkan kebudayaan Minang itu sendiri. Memakai pakaian yang mengundang seseorang berbuat maksiat. Selain itu dari segi tata karma, kebudayaan antara mamak dengan kemenakan itu sudah jarang kita jumpai karena saat ini mamak dan kemenakan tidak punya batas aturan seperti orang-orang Minang terdahulu.


B.     TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akhir pembelajaran Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Untuk itu setelah makalah ini dibuat dengan tujuan, yaitu:
Ø  Memahami pengertian kebudayaan
Ø  Menumbuhkan rasa kebudayaan yang kental di negri ini

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah sesuatu yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Sehingga muncul istilah Cultural-Determinism yang diungkapkan oleh Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski yaitu bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Secara terminologi definisi kebudayaan sangat beragam, berdasar dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170 definisi kebudayaan. Catatan terakhir Rafael Raga Manan ada 300 buah.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
 Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain- lain, yang ke semuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.    2.   Masalah Kebudayaan dalam Kehidupan Sehari-hari
Masalah budaya sekarang banyak diungkapkan oleh orang-orang di seluruh dunia. Contohnya saja yang kita lihat di dalam kehidupan masayakat Minangkabau yang mana kebudayaan di Minangkabau ini telah memudar. Hanya dalam tempo sesingkat-singkatnya, globalisasi berhasil membunuh kebudayaan Nusantara. Inilah perang terbesar abad milenium ini, benturan peradaban seperti teori Samuel P Huntington yang menjadi kenyataan.
Sedih rasanya melihat nasib bangsa ini. Tepatnya mungkin etnis Minangkabau, etnis kita. Orang Minang kehilangan orientasi, seperti orang bingung. Bukan saja suku Minang, negeri seribu suku bangsa ini, juga telah kehilangan identitas. Dulu, di zaman Orde Baru, kebudayaan Nusantara diseragamkan menjadi kebudayaan  nasional sesuai selera penguasa. Budaya-budaya lokal sulit tampil ke panggung nasional, selain dimobilisasi untuk kepentingan penguasa.  
Sekarang, setelah 13 tahun reformasi, nasib suku bangsa ini dijajah budaya Barat. Melalui rekayasa kebudayaan seperti teori Samuel P Huntington, peradaban Barat sukses merebut kearifan lokal negeri ini. Kebudayaan Nusantara telah berkiblat ke negara-negara Barat melalui  pencanangan era globalisasi.        
Apa bedanya orang Minang dengan suku lain? Dilihat untuk sekarang, kita sedikit sulit untuk menjawabnya. Selain karya seni dan bahasanya, harus diakui bahwa nyaris tidak ada lagi bedanya antara etnis satu dengan yang lainnya di tanah air ini. Tidak Minang, Bugis, Sunda, Batak atau lainnya, rasanya sama semua.
Bila ditanya sama orang-orang pintar di kampus, budayawan atau tetua adat, paling-paling jawaban yang didapat sekadar teori dan nostalgia kejayaan Minangkabau tempo dulu. Supaya meyakinkan bahwa budaya Minang itu hebat dan luhur, orang-orang pintar itu menyelipkan petatah-petitih seperti “Orang Minang itu siak (kuat agamanya), beradat, tahu jo ampek (sopan santun dan ramah), egaliter, pekerja keras, rasa kekeluargaan tinggi. Kalau dulu begini, begitu, dan seterusnya …...” Begitu kira-kira teorinya.  
Sekarang? Orang Minang itu hanya bisa bicara. Sedikit bedanya dengan pembohong. Lalu, apa bedanya berlama-lama di warung dengan budaya malas? Katanya cerita di warung untuk bersosialisasi dan berbagi informasi. Nyatanya, lebih sering bergosip dan berjudi. Apa itu benar? Lihat saja sendiri. Kadang-kadang, mamak dan kemanakan duduk semeja. Tidak di orang sekitar kita dan ditempat lain, semuanya sama saja.
Mesti berlapang dada seperti acara baralek dimeriahkan tampilan artis organ tunggal bergaya seronok. Tua-muda, bujang-gadis, bahkan anak-anak hanyut dalam hentakan house music. Biar lebih meriah, ada juga pesta miras hingga berjudi. Pernah suatu kali ada orang dari luar, terheran-heran menghadiri acara pernikahan seorang temannya di Piaman.
Sekitar empat tahun lalu, pernah ada rencana pemerintah nagari melarang suguhan artis erotis, pesta miras dan berjudi saat pernikahan atau pesta kampung, sekarang pak wali nagari kita mungkin mengidap penyakit lupa.
Soal pergaulan bebas anak muda, jangan ditanya. Jumlah penderita HIV/AIDS, kasus narkoba, “negeri buya” ini menempati rangking 10 besar nasional. Jangan tanya soal industri otak, jumlah siswa SMA sederajat yang tidak lulus ujian nasional (UN) di Sumbar rangking delapan terburuk. Kalau UN SMP sederajat, empat terakhir nasional.
Di Payakumbuh, baru-baru ini dihebohkan oleh kasus aborsi. Di Dharmasraya, menjamur kafe remang-remang. Sebelumnya di Pasaman, heboh oleh berita puluhan muda-mudi diduga terinfeksi HIV/AIDS. Kalau di Padang, tidak asing lagi. Bukan saja tempat-tempat hiburan atau hotel-hotelnya, objek-objek wisata pantainya disulap untuk “mesum”. Yang terbaru, rumah kos dijadikan kumpul kebo oleh mahasiswa.
Soal berpakaian? Anak gadis Minang termasuk fashionable. Celana jeans hipster alias tampak celana dalam, sudah biasa. Cewek bersinglet alias tank top ke luar rumah, mulai bertebaran. Sekarang, wanita bercelana pendek ketat (hotpants) yang bikin jantung lelaki berdegup kencang, jadi santapan sehari-hari.
Kisah lainnya, akhir-akhir ini di “negeri buya” krisis buya. Di pelosok-pelosok nagari, masjid dan surau kesulitan mencari ustad. Jangankan untuk wirid, mencari khatib Jumat saja susah. Ustadnya itu ke itu juga. Bisa ditebak, pengajiannya pun berputar di situ-situ juga. Risaukah tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin? Gundahkah para orangtua-orangtua Minang? Sebanyak yang risau, lebih banyak lagi yang tidak peduli. Di jalan-jalan, ibuk-ibuk  berbaju kurung berjalan dengan anak gadisnya berpakaian seksi, hal yang lumrah. 

itu kan pikiran sinis dan sentimen sebagian orang saja. Itu hanya “nila setitik rusak susu sebelanga”. Jangan digenerasirlah. Dibandingkan daerah lain, orang Sumbar masih teguh memegang budayanya. Orang-orang pintar di daerah ini sibuk mencari alasan pembenar.

Setelah Orde Baru, kebudayaan bangsa ini dibajak budaya Barat. Orde Baru sukses mempropaganda budaya Pancasila sesuai kehendaknya melalui TVRI, RRI dan media massa, pada era reformasi, Barat berhasil menanamkan budayanya melalui tayangan-tayangan sinetron dan informasi dengan mengkapitalisasi media.
Orang-orang Minang, dan suku lainnya di Tanah Air, kini semakin pragmatis, individual, hedonis dan konsumtif. Paham inilah penyebab kehancuran kita. Seperti sudah menjadi identitas dan budaya Indonesia, termasuk etnis Minangkabau. Bangga meniru Orang Barat, minder mengenakan identitas leluhur. Padahal, bapak pendiri Republik ini yang juga banyak orang Minang, menekankan kekuatan budaya bangsa sebagai unsur tangguh dalam pembangunan bangsa dan karakter. Sekarang yang terjadi yaitu pembunuhan karakter.
Buruknya budaya daerah ini, tecermin dari perilaku pengendara di jalan raya. Orang-orang tidak taat aturan dan tertib hukum, saling serobot, menghardik, tidak beretika, dan seterusnya. Potret moral, budaya instan dengan jalan pintas, pragmatis, dan individualistis terlihat di jalan raya. Terjadi budaya premanisme. Budaya menyesatkan itu, tak jarang ditiru rakyat dari perangai tungku tigo sajarangan. Ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai sering membawa keburukan. Memamerkan budaya pragmatis-konsumtif kepada kemanakan. Ke mana-mana bercerita pendidikan karakter, tapi tindak tanduknya tidak berkarakter. Di mimbar mengajak orang berbuat baik, di rumah, anak istri buya bergaya menor dan mewah. Gelar titel, haji dan datuak di depan dan belakang nama sapanjang tali baruak, tapi korupsi jalan terus. Padahal, para orangtua dulu memberi nama-nama Islam pada anaknya agar berperilaku sesuai namanya, di zaman serba uang ini sepertinya tidak berlaku lagi. Nama boleh pakai Muhammad (Nazaruddin), atau (Burhanuddin) Abdulllah, Al Amin  dan nama-nama Islam lainnya, yang pencuri tetap saja pencuri.
Kebudayaan yang telah hilang dari negri kita ini seharusnya disadari oleh kita khususnya para generasi muda. Kita bisa membuat semuanya membaik dan mengembalikan kebudayaan Minang yang telah hilang itu di mulai dari diri sendiri. Dampak positif yang kita perlihatkan ke orang lain akan membuat orang lain akan ikut serta merubah sebuah kesalahan yang telah terjadi de negri tercinta kita ini. Kita memberikan contoh-contoh yang baik kepada generasi-generasi yang akan memegang peranan penting di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pendidikan karakter yang kini gencar disosialisasikan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, diyakini tidak bakal mempan jika hanya seruan, imbauan dan teori di sekolah. Melainkan, harus dengan contoh dan teladan dari tungku tigo sajarangan. Saat ini, Sumbar butuh tokoh-tokoh berkarakter.

 BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
·        Kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
·  Perwujudan kebudayaan yaitu benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain- lain.

SARAN
·     Mulailah menanamkan kebudayaan Minang dari diri sendiri
·    Menggunakan kebudayaan Minang dimana pun kita berada di saat kondisi dan waktu yang memungkinkan.

Daftar Pustaka

Widagdho, Djoko. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Thahar, Haris Efendi dan Rahman L, Abd.1999.  Ilmu Budaya Dasar. Padang: MKU UNP